Kamis, 19 Agustus 2021

Pojok Kerohanian Part4 ~ Konsep Berpikir Dalam Islam


    

 Dalam Alquran banyak ayat memerintahkan untuk berpikir, bahkan sering menyindir dengan keras mengapa manusia jarang sekali berpikir sehingga sulit mendapat hidayah kebenaran. Alquran sebagai mukjizat Nabi Muhammad Saw terletak pada kandungan intelektual di dalamnya, berbeda dengan mukjizat para nabi terdahulu yang kebanyakan bersentuhan dengan hal-hal magis. Alquran memerintahkan kita untuk berpikir merenungi kehebatan ciptaan Allah SWT di alam semesta, kejadian umat terdahulu, perumpamaan, serta masih banyak lagi yang kesemuanya menggunakan pendekatan untuk berpikir dan merenung dengan baik.

        Ajaran Islam dan juga para ahli memuliakan sikap berpikir. Sungguh mengherankan, dalam ajaran islam diperintahkan untuk selalu berpikir,menelaah, meneliti, dan mengambil hikmah dari alam semesta, namun kebanyakan umat muslim sekarang justru tidak memahami hal ini. Banyak orang muslim yang tidak paham bahwa berpikir sangat ditekankan dalam ajaran islam. Akibatnya umat muslim sekarang mengalami kemunduran dibanding umat-umat lainnya. Padahal berpikir adalah sumber kekuatan bagi manusia untuk mencapai kemajuan dalam peradaban dan mendekatkan diri pada allah swt.

Tujuan Berpikir (Al-Fikr) dalam Alquran

a.     Mendapatkan Kebenaran;

Dalam surah Al-An’Am ayat 50, ayat ini memerintahkan manusia berpikir agar mendapatkan kebenaran dan terhindar dari kesesatan/takhayul. Ayat ini berusaha meluruskan pandangan sesat kaum Quraisy tentang kenabian, maka mereka diperintahkan untuk berpikir kembali.  Bahkan Allah menyindir bahwa tidak sama orang yang berpikir dengan yang tidak, ibarat orang yang buta dengan orang yang melihat. Dalam surah An-Nahl ayat merupakan penegasan kenabian supaya mereka memikirkannya sehingga dapat mengetahui kebenaran tentang apa yang dibawa rasul pada mereka yaitu wahyu dan syariat. Apa yang dibawa rasul adalah peringatan dan membawa kebaikan, maka hendaklah mereka memikirkannya.

b.      Mengamalkan Syariat Islam;

Sebelum mengamalkan syariat Islam, manusia harus meyakini terlebih dahulu bahwa syariat Islam adalah benar begitupun dengan orang yang membawa risalahnya. Al-Qur’an mengajak manusia memikirkan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah benar bukanlah pendusta. Al-Araf ayat 184 membantah tuduhan buruk kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad Saw.  Surah Saba’ ayat 46 mengajak mereka untuk memikirkan kembali siapa sebenarnya Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an mengajak manusia untuk memikirkan apa yang terdapat dalam risalah itu. Surah Al-Baqarah ayat 219 merupakan ajakan Al- Qur’an untuk memikirkan syariat Islam mengenai pelarangan khamr karena keburukannya yang lebih banyak dibandingkan dengan manfaatnya. Begitupun dengan syariat Islam yang melarang sikap riya dalam setiap amalan. Surah Al- Baqarah ayat 266 menjelaskan perumpamaan mengenai perilaku riya agar manusia lebih bisa memahami dan menghayatinya. Bahkan dalam Al-Hasyr ayat 21 menegaskan bahwa Alquran yang mengandung syariat ini merupakan tanggung jawab yang besar yang diberikan pada manusia. Jika diberikan pada gunung niscaya gunung itu hancur akibat ketakutannya tidak bisa menjaga amanah ini. Sungguh disayangkan kebanyakan manusia malah mengabaikan tidak memikirkannya apalagi mengamalkannya.

c.      Lebih dekat dengan Allah SWT

Berpikir dengan baik dapat membuat seseorang mengenal Allah Swt sehingga lebih dekat dengan-Nya sebagaimana surah Al-Mudaṡṡir ayat 8 mengenai Al-Walid Al-Mughirah yang sempat dekat dengan petunjuk Allah, namun setelah itu ia malah memilih mengikuti hawa nafsunya. Adapun dalam surah Al-Imran ayat 191 menggambarkan dengan jelas bagaimana orang yang selalu memikirkan dan mengingat kekuasaan Allah Swt akan selalu dekat dengan Allah Swt. Dalam surah Al-Jaiyah ayat 13, An-Nahl ayat 11 dan 69, Ar-Rūm ayat 8, dan Ar-Ra’d ayat 3 Allah Swt mengajak manusia memikirkan bagaimana hebatnya alam semesta yang telah Allah ciptakan dan tundukan. Semua keteraturan dan keberagaman yang ada di alam semesta tak mungkin tercipta dengan sendirinya. Hal ini membuktikan adanya zat sebagai pencipta dan pengaturnya yaitu Allah Swt.

d.     Berakhlaq baik

Dari surah Al-Baqarah ayat 219 dan 266 bahwa Allah memerintahkan manusia untuk berpikir mengenai hal-hal yang dapat menghalangi bahkan merusak manusia dari perbuatan baik, yaitu khamr dan riya. Efek buruk dari khamr adalah menghalangi fungsi akal dari membedakan sesuatu yang baik dan buruk, orang yang terbiasa mengkonsumsinya akan sulit berakhlak baik. Adapun bahaya dari riya dapat merusak dan menghapus amalan baik. Manusia tidak akan mampu berakhlak baik jika dilandaskan riya. Amalan baik yang dilandasi karena Allah maka akan bertambah rasa cintanya pada Allah, sedangkan amalan berlandaskan nafsu dan duniawi maka akan bertambah cinta pula ia padanya dan melupakan Allah. Sungguh bahaya jika amalan baik manusia disandarkan pada nafsu dan duniawi seperti harta, jabatan, dan syahwat, jika tak ada hal itu mungkin ia tidak akan melakukan kebaikan lagi. Inilah bahaya dari khamr dan riya, maka hendaklah manusia memikirkannya sehingga mengatahui bahayanya dan bisa berakhlak baik sesuai fitrahnya.

 

Manfaat Berpikir (Al-Fikr) dalam Alquran

a.      Mengetahui Hikmah dari Syariat Islam

b.      Mengetahui Hikmah dan Tujuan Ciptaan Allah;

c.       Termotivasi Melakukan Kebaikan;

d.      Diangkat Derajatnya

e.       Terhindar dari Hawa Nafsu

f.         Mendapatkan Ilmu Pengetahuan.

 

Kedudukan Berpikir (Al-Fikr) dalam Alquran

a.      Berpikir Sangat Dimuliakan Allah

Perintah untuk berpikir begitu jelas di dalam Alquran, bahkan Alquran mengecam orang-orang yang tidak mau berpikir sehingga tidak bisa mengambil pelajaran atau hikmah. Dalam surah Al-Araf ayat 176 Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang mau menggunakan pikirannya dan menghinakan orang yang tidak mau berpikir. Adapun dalam surah Al-An’am ayat 50 Alquran membedakan orang yang berpikir sebagai orang yang bisa melihat dibandingkan dengan orang yang tidak berpikir seperti orang buta. Maka dari itu tentunya berpikir dalam Alquran sangat dimuliakan.

b.      Mendapat Rahmat dan Terhindar dari Azab;

Dalam surah Saba’ ayat 46 memerintahkan manusia untuk berpikir mengenai Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya. Ia merupakan peringatan bagi manusia agar mereka memikirkan kandungannya sehingga mendapatkan rahmat Allah dan terhindar dari azab yang keras.

 

Cara Berpikir (Al-Fikr) Menurut Alquran

a.      Berpikir dengan Hati yang Bersih;

Alquran memerintahkan manusia untuk berpikir bukan hanya dengan akalnya yang cerdas namun juga harus diiringi oleh hati yang bersih. Tidak sedikit orang-orang yang cerdas dalam berpikir namun dicekal oleh Alquran. Misalnya surah Al-Mudaṡṡir ayat 18 menceritakan Al-Walid Al-Mugirah seorang yang pandai yang ditunjuk kaumnya. Ketika berpikir dengan jernih ia mendapatkan kebenaran, namun ketika dipengaruhi kaumnya tentang kedudukannya dan hartanya membuat Al-Walid berpaling dari kebenaran. Begitupun surah Al-Araf ayat 176, ayat ini mengecam orang yang memperturut nafsu dan syahwatnya padahal Allah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang yang menjauhinya. Berpikir objektif tanpa mengikuti kecenderungan nafsu pribadi sangat dibutuhkan untuk mendapatkan kebenaran. Orang yang berpikir dilandaskan dorongan kepentingan tertentu akan sulit menerima kebenaran.

b.      Berpikir dengan Rasio/Logika Akal yang Benar disertai Bimbingan Wahyu;

Dalam Alquran berpikir dengan akal logika saja tidaklah cukup, melainkan harus disertai bimbingan wahyu. Akal memiliki keterbatasan sehingga membutuhkan tuntunan langsung dari Allah berupa wahyu yang disampaikan pada seorang Rasul-Nya. Dalam surah Al-Araf ayat 184 Al-Qur’an mengajak berpikir dengan benar melakukan pengecekan dan penelaahan kembali dengan akal yang baik mengenai Nabī Muhammad Saw. Berbagai tuduhan yang dilontarkan padanya sama sekali tidak benar karena berdasarkan nafsu dan bukan akal sehat yang benar. Kemudian dalam surah Al-An’am ayat 50 bahwa apa yang diajarkan Rasulullah saw tersebut didasarkan pada wahyu. Al-Qur’an membedakan orang yang mampu menangkap kebenaran wahyu dengan yang tidak.

c.       Berpikir Luas dengan Cara yang Sederhana agar Mudah Dipahami;

d.      Terbuka dengan Pemikiran Orang Lain

Alquran memerintahkan manusia untuk berpikir dengan baik dan memiliki sifat keterbukaan untuk mendapatkan kebenaran. Dalam surah Saba ayat 46 Allah Swt memerintahkan manusia untuk terbuka menerima pendapat orang lain dengan cara saling berdialog dan berdiskusi memikirkan bersama-sama mengenai kebenaran ajaran yang dibawa Rasul Allah. Sifat keterbukaan menerima pendapat orang lain harus dimiliki seseorang agar ia bisa menerima kebenaran dari pendapat orang lain dan bersikap toleran.

e.       Berpikir dari Proses hingga Dampak yang Dihasilkan.

Perintah berpikir dalam Alquran harus dilakukan secara komprehensif dari proses hingga dampak yang dihasilkan. Kegiatan berpikir selain harus dilakukan dengan baik dan benar juga harus membawa manfaat.

Nah itulah sekilas tentang konsep berpikir dalam islam. Apabila ada kata-kata yang kurang tepat, Penulis mohon maaf.

Kamis, 22 April 2021

Pojok Kerohanian Part3 ~ Berani Jujur Itu Hebat ✔

 


“Kejujuran adalah barang langka saat ini”, demikian kata orang-orang karena melihat banyaknya kasus korupsi dan berbagai penyelewengan di tengah masyarakat. Bersikap jujur merupakan salah satu ajaran islam yang bersifat ibadah. Dalam konteks sekarang ini, kejujuran rasanya sangatlah penting untuk dimiliki dan terus ditingkatkan oleh setiap muslim.

Arti Kejujuran

Kejujuran dalam bahasa arab adalah ash-shidqu yang diambil dari kata shadaqa. Menurut ibnu faris dalam mu’jam maqayis al-lughah, kata shadaqa memiliki makna : kekuatan terhadap suatu perkara, baik itu perkataan maupun yang lainnya. Disebutkan pula bahwa ash-shidqu merupakan antonym dari kebohongan (al-kadzib).

Raghib al-Ashfahani, mengartikan kejujuran sebagai kesesuaian antara hati nurani dan informasi terhadap perkataan itu secara bersamaan. Sementara itu, Abu al-Biqa’I berkata, Kejujuran adalah informasi yang cocok dengan situasi dan keyakinan bahwa informasi itu tepat. Dari kedua hal tersebut menyiratkan makna yang sama bahwa sebuah informasi bisa disebut jujur kalau faktanya memang apa adanya dan ada keyakinan dalam hati.

Pandangan Islam tentang Kejujuran

Telah disebutkan sebelumnya, dalam Islam kejujuran dikenal sebagai ash shidqu. Istilah ini juga dijadikan sebagai julukan bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki sifat jujur. Kejujuran, dalam Islam memiliki keutamaan tersendiri dan akan menjadi penyebab datangnya pahala dan rahmat dari Allah.

Seseorang yang memiliki sifat jujur akan memperoleh kemuliaan dan derajat yang tinggi dari Allah. Hal ini tercermin dalam firman Allah di surat Al-Ahzab ayat 35 yang artinya, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang sidiqin (benar), laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.

Dari ayat di atas, kita tahu bahwa jujur atau bertindak benar, termasuk dalam salah satu sifat mulia yang mendatangkan ampunan dari Allah. Tentu kita ingin termasuk orang-orang yang diampuni, maka kita pun harus bersikap jujur.

Kejujuran merupakan jalan yang lurus dan penuh keselamatan dari azab di akhirat yang keras. Bahkan, tidak hanya untuk bersikap jujur, Allah juga memerintahkan kita untuk bersama orang-orang yang jujur. Dalam surat at Taubah ayat 119, Allah berfirman, ““Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang sidiqin”. Bersama dengan orang-orang yang jujur diharapkan akan membuat kita untuk terbiasa menjaga kejujuran juga dalam diri kita.

Kebalikan dari sifat jujur adalah sifat khianat atau berbohong. Sifat ini amat dibenci oleh Allah dan termasuk dalam ciri-ciri orang yang munafik. Hal ini diungkapkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, apabila bebicara selalu bohong, jika berjanji menyelisihi, dan jika dipercaya khianat” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Maka, jika kita ingin menjadi umat Islam yang baik dan mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, kita harus selalu bersifat jujur. Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan menunjukkan kepada surga, dan sesungguhnya seorang laki-laki benar-benar telah jujur hingga ia di catat di sisi Allah sebagai orang jujur. Sesungguhnya kebohongan itu menunjukkan kepada kedzaliman. Dan sesungguhnya kedzaliman itu menunjukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seorang laki-laki telah berbuat dusta hingga ia di catat disisi Allah sebagai pendusta”.

Macam-Macam Kejujuran dalam Islam

Dalam agama Islam terdapat beberapa macam sifat jujur yang dibedakan berdasarkan penerapan sifat jujur tersebut, sebagai berikut:

1. Jujur dalam niatnya atau kehendaknya, artinya seseorang terdorong untuk berbuat sesuatu atau bertindak dengan dorongan dari Allah.

2. Jujur dalam ucapan, yaitu seseorang yang berkata sesuai dengan apa yang dia ketahui atau terima. Ia tidak berkata apapun, kecuali perkataan tersebut merupakan kejujuran.

3. Jujur dalam perbuatan, yaitu seseorang yang beramal dengan sungguh-sungguh sesuai dengan apa yang ada dalam batinnya.

4. Jujur dalam janji, artinya dia selalu menepati janji yang telah diucapkan kepada manusia. dia hanya mengucapkan janji yang dia tahu bisa dia tepati.

5. Jujur sesuai kenyataan, yang berarti dia menerapkan kejujuran pada segala hal yang dia alami di hidupnya.

Sebagai manusia yang berharap meraih surga, kita harus berusaha untuk menerapkan kejujuran dalam semua hal di atas. Meskipun penerapannya pasti sungguh sulit, kita harus selalu berusaha untuk menjauhkan diri dari sifat dusta atau khianat. Begitu banyak godaan ataupun cobaan yang mendorong kita untuk berbuat tidak jujur. Namun, kita harus ingat bahwa barang siapa yang mampu mewujudkan sifat jujur dalam segala aspek kehidupannya, maka dia akan tercatat sebagai seorang hamba yang shiddiqin dan kehidupan dunia akan membawanya ke surga di akhirat kelak.

Mewujudkan kejujuran dalam segala aspek kehidupan seperti yang disebutkan di atas secara tidak langsung akan menjauhkan kita dari perbuatan-perbuatan yang dilarang. Misalnya, dia tidak akan bersifat riya’, karena dia jujur dengan niatnya melakukan sesuatu yang hanya mencari ridha Allah. Dia juga akan menjauh dari ghibah atau perbuatan fitnah, karena dia jujur dengan ucapannya yang tidak akan berbohong, apalagi jika menyangkut orang lain. Masih banyak lagi manfaat berbuat jujur yang bisa menyelamatkan kita dari perbuatan yang dosa.

Pahala untuk Orang yang Jujur

1.  Masuk surga

Hal ini tercermin dalam hadis riwayat Muslim, dimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian (berbuat) jujur! Sesungguhnya jujur menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkannya ke Surga. Dan senantiasa seorang (berbuat) jujur dan menjaga kejujurannya hingga ditulis di sisi Allah sebagai Ash-Shiddiq (orang yang jujur)”. 

2. Dekat dengan para Nabi

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al Quran surat an Nisaa’ ayat 69, “Dan barangsiapa yang mentaati Alloh dan Rosul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh, mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya”. Hal ini pasti merupakan impian setiap muslim, untuk bisa bersama dengan para nabi, para sahabat dan orang-orang sholeh. Ganjaran ini merupakan kenikmatan karena kita digolongkan sama derajatnya dengan orang-orang yang mulia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.

3. Membuat hati tenang

Tidak hanya ganjaran di akhirat, berbuat jujur ternyata juga akan membawa kenikmatan di dunia. Dengan berbuat jujur, kita akan merasakan hati yang tenang, bebas dari kekhawatiran dan rasa was-was yang tidak perlu. Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan bohong adalah kecemasan”. Sungguh Allah Maha Pengasih yang telah menganugerahkan ganjaran mulia langsung di dunia untuk orang-orang yang jujur.

4. Menaikkan derajat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa meminta kepada Allah mati syahid dengan jujur, Allah angkat dia ke tingkatan orang-orang yang syahid”.

5. Mendatangkan berkah

Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penjual dan pembeli (memiliki) pilihan sebelum mereka berdua berpisah, jika berdua berkata jujur dan menjelaskan (kekurangannya) maka diberkahi jual beli mereka. Dan jika berdua menyembunyikan

Dari ganjaran yang disebutkan di atas, kita mengetahui bahwa kenikmatan yang didapat oleh orang-orang yang berbuat jujur, tidak hanya diterimanya di akhirat, namun juga diterimanya di dunia. Maka, alangkah baiknya jika kita mulai membiasakan berbuat jujur dan menjauhkan diri dari perbuatan dusta atau bohong yang menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. 


Sabtu, 17 April 2021

Pojok Kerohanian Part2 ~ Manajemen Waktu ✔



 "Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." (QS. Al-Mu'min [40]:39)


Di dalam islam waktu adalah perkara yang mendapatkan perhatian besar. Ketika menjelaskan tentang nikmat-nikmatnya, Allah SWT berfirman : "Dan dia telah menundukan matahari dan bulan bagimu yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukan malam dan siang bagimu. Dan dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS. Ibrahim [14]: 33-34)

Allah juga sering kali bersumpah dengan bagian-bagian waktu, seperti waktu malam, waktu siang, shubuh, dhuha, ashar, dan lainnya. Para ahli tafsir berpendapat bahwa jika Allah bersumpah dengan suatu hal, maka itu menandakan betapa penting hal tersebut, dan berarti bahwa Allah sedang mengarahkan perhatian umat islam terhadapnya. Allah SWT berfirman: "Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), demi siang apabila terang benderang." (QS. Al-Lail [92]: 1-2)

Diantara tabiat waktu, sebagaimana diulas oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi adalah sebagai berikut :

Waktu cepat berlalu.

Andaikan seseorang mencoba untuk merenungi tentang waktu yang sudah ia lewati. Siapa yang berumur dua puluh tahun, tiga puluh tahun, empat puluh tahun, lima puluh tahun dan seterusnya, ia akan merasakan betapa cepat waktu puluhan tahun itu berlalu.

Al-Quran juga menegaskan hal itu ketika ia menggambarkan diantara fenomena hari kebangkitan nanti. Allah SWT berfirman : "Pada hari ketika mereka melihat hari kiamat itu (karena suasananya hebat), mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (didunia) pada waktu sore atau pagi hari." (QS. An-Nazi'at [79]:46)

Waktu yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi.

Imam hasan basri pernah berkata, "Tidak ada satu hari pun yang menampakkan fajarnya, kecuali ia akan menyeru, wahai anak adam, aku adalah harimu yang baru, yang akan menjadi saksi atas amalmu, maka carilah bekal dariku, karena jika aku telah berlalu, aku tidak akan kembali lagi hingga hari kiamat."

Waktu merupakan aset paling berharga

Ketika waktu adalah sesuatu yang tidak bisa kembali dan tidak bisa tergantikan, maka waktu adalah aset yang paling mahal bagi manusia. Dan mahalnya nilai sebuah waktu lantaran ia adalah wadah bagi setiap amal dan produktivitas. Waktu adalah modal utama bagi individu ataupun masyarakat.

Sebagai seorang muslim kita dituntut mengisi waktu dengan penuh kesadaran dan keterarahan. Waktu tidak dilewati dengan kesia-siaan. Dan begitulah seharusnya sifat seorang muslim. Seorang muslim dituntut mengisi waktu-waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. 

Maka dari itu, pergunakanlah waktu yang kita miliki dengan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang bermanfaat yang nantinya membawa kita ke surganya Allah SWT. Aamiin🤲

Kamis, 15 April 2021

Pojok Kerohanian Part1 ~ Mengejar Makna Hidup✔



Pilihan terbaik untuk seorang muslim tentu saja dengan meletakkan akhirat sebagai tujuan hidup, tetapi tidak lupa dengan kehidupan dunia. Itulah makna hidup seorang muslim yang sesungguhnya. "Mengejar dunia tanpa melupakan akhirat".

Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang kehidupan akhirat menjadi tujuan utamanya, niscaya Allah akan meletakkan rasa cukup didalam hatinya dan menghimpun semua urusan untuknya serta datanglah dunia kepadanya dengan hina. Barang siapa yang kehidupan dunia menjadi tujuan utamanya, niscaya Allah meletakkan kefakiran dihadapan kedua matanya dan menceraiberaikan urusannya dan dunia tidak bakal datang kepadanya, kecuali sekadar yang telah ditetapkan untuknya." (HR at-Tirmidzi)

Orang yang mengejar akhirat adalah orang yang meraih makna hidup. Sebaliknya, Orang yang lalai untuk mengejar akhirat adalah orang yang kehilangan makna hidup.

Jika melihat seorang ulama yang belajar berbagai kitab kemudian mengajarkan intisari pelajarannya tersebut, maka kita akan melihat ulama tersebut mengajar dengan sungguh-sungguh untuk mendapat ridha Allah. Bisa jadi, ada pendapat ulama yang berbeda satu sama lain, tetapi perbedaan itu adalah lumrah karena berbagai latar belakang minat dan pendidikan. Sebaliknya, ketika kita melihat orang yang setiap hari bergelimang kekayaan, maka kita melihat begitu minimnya kesadaran akhirat orang tersebut. kita tidak boleh men-judge orang lain salah, tetapi berkomitmen untuk menjadi pribadi yang baik dan cinta akhirat harus diwujudkan semasa hidup.

Kebermanfaatan kita didunia merupakan salah satu bukti bahwa kita sadar akan hari akhirat. Sebaliknya, ketidakbermanfaatan seseorang adalah tanda betapa jauhnya ia dari kesadaran ilahiah yang membuat semakin jauh dari kebenaran.

Islam mengajarkan umatnya untuk mengejar makna hidup yang sejati, yaitu kehidupan yang kekal di surga. Ganjaran surga adalah sebuah konsekuensi dari amal-amal shalih yang telah dikerjakan semasa didunia. Rasulullah SAW sebagai panutan kita mengajarkan agar kita berdoa untuk mendapatkan surga. Surga adalah sebuah tempat yang ideal yang dipersiapkan oleh Allah sebagai balasan atas apa yang dilakukan seorang hamba ketika ia didunia.

Visi surga yang kekal ini harus dimiliki setiap muslim. Kesadaran ini bersumber dari keyakinan akan kekalnya hari akhirat sebagaimana firman Allah SWT, "Wahai kaumku! sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (Sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." (QS. AL-Mu'min [40]:39).

Semoga kita semua tergolong sebagai orang-orang yang menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya. Aamiin 🤲


Pojok Kerohanian Part4 ~ Konsep Berpikir Dalam Islam

        Dalam Alquran banyak ayat memerintahkan untuk berpikir, bahkan sering menyindir dengan keras mengapa manusia jarang sekali berpikir ...